KRAKATAUNEWS, LABUHANBATU – Komisi DPRD Labuhanbatu sepakat dalam waktu dekat ini akan mengundang pemilik, PT Binivan Konstruksi Abadi (PT BKA) dan PT Ayu Septa Perdana.
Dimana kedua perusahaan yang beroperasi dari Kecamatan Bilah Hulu yang memiliki Industri Pengolahan Aspal (AMP) serta Industri Pemecah Batu (Stone Crousher) guna mencari tahu asal usul batu dan pasir yang digunakan sebagai bahan baku industri, pajak dan dampak lingkungan serta ijin apa saja yang dimililki perusahaan itu.
“Kita akan undang semua pemilik AMP dan Stone Crousher untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna minta penjelasan pajak perusahaannya,” tegas Ketua Komisi DPRD Labuhanbatu Syahmatnoor didampingi budiono dan Truly BR Simanjuntak kepada wartawan dirung kerjanya. Senin (5/3/2018).
Dia mengatakan, komisi C ingin mengetahui, berapa sebenarnya kontribusi yang diberikan PT BKA dan Ayu Septa Perdana dari sektor pajak untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Labuhanbatu serta sistyem penyetoran pajak dimaksud berikut dana CSR yang diberikan kemasyarakat.
Baca juga:
“Kami igin mengetahui apakah PT BKA sudah mengantongi ijin lingkungan dan bagaimana mengatasi dampak lingkungan kedua perusahaan itu selama beroperasi,” jelas Syahmatnor
Ditempat terpisah, Ilham Pohan yang juga dari Fraksi Perubahan menyebutkan, dari berbagai informasi yang didapat, PT BKA mengambil batu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Aek Katia di kecamatan Bilah Barat dikaki Bukit Barisan.
“Siapapun tahu, kalau mengambil batu/pasir dengan menggunakan alat berat dengan alasan apapun tidak dibenarkan karena melanggar UU dan peraturan yang ada, dan diyakini dapat merusak lingkungan dan ekosistem disungai tersebut” jelas Pohan.
Disisi lain, Marisi Ulises didampingi S br Manik dari Komisi A menyatakan rasa herannya, kenapa PT BKA bisa beroperasi kalau sumber bahan baku untuk produksinya belum diketahui asal usulnya, karena sepengetahuannya, belum ada galian C di wilayah Labuhanbatu yang mengantongi ijin resmi dari pemerintah.
“Apa dasar hukum PT BKA dan PT Ayu Septa Perdana bisa beroperasi sampai menjadi produsen Pemkab kalau tidak mempunyai galian C maupun kesepakatan kerja dengan pemilik galian C yang resmi” ucapnya
Jadi kita ingin tahu, ijin apa yang dimiliki kedua perusahaan AMP itu sehingga terus beroperasi mengeluarkan produksinya, jelas Marisi yang juga dari Fraksi Perubahan.
Ketiga komisi juga sepakat, hasil dari dengar pendapat itu akan direkomondasikan kepihak penyidik guna diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku setelah mendapat restu dari unsur pimpinan DPRD. (julip).