TANGGAMUS, KRAKATAUNEWS – Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sepertinya tengah menjadi perhatian khusus Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Tanggamus.
Bahkan, Disdik setempat mulai mensosialisasikan regulasi pendidikan inklusif untuk ABK tersebut.
Sosialisasi yang dipimpin Staf Ahli Bidang Kesejahteraan Masyarakat dan SDM, Jonsen Vanisa ini digelar di Aula Serumpun Padi, Kecamatan Gisting, Kamis (21/12/17).
Menurut Jonsen Vanisa, pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran secara bersama-sama dalam lingkungan pendidikan, sekolah, kelas yang terbuka, ramah dan tidak ada diskriminatif.
“Alhamdulillah kita telah memiliki Perbup Bupati tentang pembudayaan inklusif Kabupaten Tanggamus dengan maksud sebagai pedoman bagi satuan pendidikan, yang tujuannya untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada ABK untuk memperoleh pendidikan serta mewujudkan pendidikan yang menghargai kenekaragaman dan tidak diskriminatif,”kata Jonsen Vannisa.
Pendidikan inklusif lanjutnya dengan kata lain mempunyai arti yakni pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum. Sekolah reguler disarankan untuk menerima semua siswa tanpa memandang kekurangan.
“Saya harapkan melalui kegiatan ini, kedepan peserta dapat memahami tentang arti pendidikan inklusif sehingga nantinya dapat diterapkan di sekolah masing, tanpa ada dinding pemisah antara anak berkebutuhan khusue dengan anak pada umumnya, karena pada dasarnya pendidikan wajib dilaksanakan tanpa ada perbedaan,”ujarnya.
Sementara itu Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Inklusif Kabupaten Tanggamus Supriatno menyampaikan, terhitung sejak bulan Sepetember 2017, di Kabupaten Tanggamus telah dibentuk berdasarkan SK bupati dibentuk kelompok kerja (Pokja) pendidikan inklusif. Dengan telah dibentuknya SK tersebut lanjutnya maka saat ini telah dibentuk beberapa tahap kegiatan diantaranya, penyusunan SK pokja, kemudian sosialisasi pada Pokja, kemudian sosialisasi pada guru, Kepala Sekolah dan Pengawas lalu penyusunan regulasi dalam bentuk peraturan bupati tentang kebudayaan pendidikan inklusif.
“Berkaitan dengan itu, hari ini kita akan mensosialisasikan perbup Bupati kaitan dengan kebudayaan pendidikan inklusi di Tanggamus, lalu terakhir kegiatan ini akan diakhiri dengan desain dengan harapan pendidikan inklusi dilaksanakan di semua sekolah, dan Disdik tidak memperkenankan kepada kepala sekolah, guru menolak anak-anak berkebutuham khusus untuk mendapatkan pendidikan dan belajar,”terangnya.
Sementara itu, Atang Setiawan Narasumber dari Direktorat PKLK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan, sejatinya pendidikan inklusif telah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi, orang tua tidak menyadari bahwa telah menerapkan pendidikan inklusif, salah satu contohnya yakni pada saat membeli pakaian sekolah bagi anak-anaknya yang setiap anak memiliki ukuran baju berbeda, tidak hanya itu contoh pendidikan inklusif juga ditemukan dalam agama yakni dalam kewajiban shalat yang harus dilaksanakan akan tetapi dalam penerapannya berbeda, dikarenakan dengan kondisi fisik.
“Jika kita ibaratkan kita melihat gurun pasir dan melihat hamparan bunga yang ditumbuhi bermacam jenis bunga, tentu akan membosankan jika kita hanya melihat gurun yang hanya ada bebatuan dan pasir saja, berbeda jika kita melihat hamparan bunga, begitu juga dalam pendidikan inklusif tentu akan menjenuhkan jika kita mengajar anak-anak pada umumnya, karena sekolah diibaratkan dengan taman dan akan indah jika dihiasi bermacam-macam jenia bunga, jangan lagi merasa tabu berbicara pendidikan inklusif,”tandasnya. (Afta/red).