PRINGSEWU, KRAKATAUNEWS – Kepolisian Resor (Polres) Tanggamus khususnya Kepolisian Sektor (Polsek) Pringsewu nampaknya lengah.
Pasalnya, dalam menerapkan Undang-Undang (UU) tentang perubahan UU nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban korp bhayangkara tersebut masih kecolongan.
Yakni pada kasus dugaan pencabulan terhadap empat santriwati di Pondok Pesantren di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu, yang dilakukan guru pengasuhnya, BU (40) terhadap DF (17), RE (18) dan dua teman lainnya.
Diketahui, pada Minggu (7/1/18) pagi, utusan pelaku terduga pencabulan, BU, menjemput korban DF dengan alasan meminta maaf dan sebagai upaya perdamaian.
Namun, hingga berita ini diturunkan, DF belum kunjung pulang kekediamannya. “Wawak Saya ikut kepondok sana katanya suruh minta maaf saja, kemudian langsung dibawa pulang. Tapi kok sampai sekarang belum pulang juga. Utusan dari pondok itu tadinya ngajak saya dan sudah disiapin mobil tapi saya punya Anak kecil jadi tidak bisa,” kata kakak korban, Resti (37) yang menghubungi krakataunews melalui panggilan telepon genggamnya, siang tadi (7/1/18).
Resti melanjutkan, utusan BU saat ini berada di Tanggamus, namun adiknya DF yang dijemput dari semalam belum juga dipulangkan.
Parahnya, satu diantara dua orang yang membawa DF keluar rumah mengaku anggota polisi.
“Katanya yang bawa sekarang Ada ditanggamus tapi dari jam 8 Malam sampai sekarang belum pulang, soalnya yang bawa temannya Katanya kenal kalau satunya Ngakunya polisi awalnya ngajak Saya supaya permasalahannya kelar.”tutupnya
Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Tanggamus, AKP Hendra Saputra mengaku, soal penjemputan korban pencabulan itu tidak diketahuinya.
Namun, justru perwira menengah itu mengarahkan media ini untuk mengkonfirmasi hal tersebut kepada Polsek Pringsewu. Padahal, kasus ini ditangani oleh satuannya.
Lebih lagi, keluarga korban diimbau untuk melaporkan kejadian ini kepada Polsek Pringsewu. Sementara, sebelumnya sudah membuat laporan atas dugaan kasus pencabulan.
“Pihak keluarga korban laporkan ke Polsek Pringsewu,” Ujarnya melalui telepon genggamnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun krakataunews dari berbagai sumber, Undang-Undang (UU) tentang perubahan UU nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban ini berisi :
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
2. Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
3. Korban adalah orang yang mengalami
penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
4. Pelapor adalah orang yang memberikan
laporan, informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai tindak pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.
5. Lemaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disingkat LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang Undang ini.
6. Ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung sehingga Saksi dan/atau Korban merasa takut atau dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang
berkenaan dengan pemberian kesaksiannya
dalam suatu proses peradilan pidana.
7. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, orang yang mempunyai hubungan
perkawinan, atau orang yang menjadi
tanggungan Saksi dan/atau Korban.
8. Perlindungan adalah segala upaya
pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang- Undang ini. (Afta/red)